Featured Post Today
print this page
Latest Post

LPM Sinkronkan SOP di UIN Maliki

LPM

IMAKA MALANG - Lagi, upaya meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa yang berkualitas Lembaga Penjaminan Mutu kali ini mengadakan pertemuan khusus bagi seluruh Kabag, Kasubbag, dan para staf di tingkatan Rektorat, Fakultas, Lembaga, Unit hingga Pascasarjana.

Acara yang berlangsung sehari itu dikhusukan untuk mensinkronkan Standar Oprasional Prosedur (SOP) di UIN Maliki (19/7).

Hadir sebagai pemateri tunggal staf ahli LPM UIN Maliki Rosihan. Dalam kesempatan itu, laki-laki berkacamata itu menghimbau kepada seluruh satker yang ada di UIN Maliki mulai dari tingkatan Rektorat, fakultas, unit, lembaga maupun pascasarna untuk senantiasa mensinkronkan kembali SOP yang dijalankan. Pasalnya, di lapangan masih ditemukan kendala-kendala yang dialami mahasiswa sebagai stake holder kampus hijau ini mengalami kebingungan.

Misalnya saja persoalan pembetulan nilai yang kerap terjadi menjelang masuknya semester baru. Banyak mahasiswa yang melakukan komplain terhadap nilai yang dirasa salah. Sehingga, hal ini perlu dicermati dan ditangani dengan penuh hati-hati dan teliti. Proses pembetulan ini, kata dia, tentu saja membutuhkan proses yang lumayan panjang yaitu dimulai dari pengajuan dari mahasiswa yang kompalin pada dosennya masing-masing kemudia dilanjutkan pada prosedur administrasi yang belaku di fakultas hingga akhirnya diproses di BAAK pusat. “Kejadian seperti ini di sering dialampi oleh mahasiswa kita,bahkan hampir tiap semester selalu ada,” keluhnya.

Sementara itu, Kepala BAAK, Endah, menyampaikan bahwa upaya BAAK dalam mensinkronkan dengan pihak fakultas telah dilakukan, dan SOP yang dijalankan sudah mengacu pada ketentuan dasar hukum di universitas ini. Dosen Psikologi Industri itu juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk senantiasa memperbaiki SOP yang dinilai kurang maksimal dalam memberikan pelayanan kepada mahasiswa. “Misalnya saja mahasiswa baru yang hendak menggunakan haknya di perpus, namun karena belum meiliki KTM pihak BAAK juga telah menyiapkan kartu tanda sementara yang dilengkapi dengan barcode yang teregister di Perpustakaan UIN Maliki, sehingga sambil menunggu KTM maba jadi mereka tetap bisa mengakses buku di Perpustakaan pusat UIN Maliki,” terangnya.

0 komentar

Cucu Petani Jadi Wisudawan Terbaik IPB

Taman IPB

Berhasil menamatkan studi dan meraih gelar sarjana merupakan sebuah kepuasaan tersendiri bagi seorang mahasiswa. Apalagi ditambah dengan gelar lulusan terbaik yang dianugerahkan pada proses wisuda.

Kebanggan tersebut yang dirasakan oleh salah seorang wisudawan terbaik Institut Pertanian Bogor (IPB) pada wisuda periode Juni 2014, yakni Ahmad Solikhin. Lulusan terbaik Fakultas Kehutanan IPB itu mengaku, prestasi yang diraihnya saat ini menjadi bukti jika keterbatasan finansial bukan penghalang untuk memberikan hasil terbaik.

"Sebagai cucu dari seorang petani, keterbatasan finansial selama menempuh kuliah di IPB bukan menjadi halangan untuk mencapai mimpi. Karena di kampus pertanian ini tersedia banyak beasiswa," ujar Ahmad, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (30/6/2014).

Selama mengikuti perkuliahan di IPB, dia mendapatkan banyak ilmu. Terutama untuk bidang studi yang digelutinya, yaitu pertanian tropika. Oleh karena itu, Ahmad berharap dapat mengaplikasikan semua ilmu yang diperoleh untuk menghadapi berbagai persoalan di masyarakat kelak.

"Tidak hentinya, ilmu dan teknologi di bidang pertanian tropika terutama kehutanan yang diberikan selama di IPB, telah membuka mata saya lebar-lebar akan eksistensinya di Indonesia dan dunia. Sebagai sarjana, merupakan kesempatan emas untuk mengamalkan ilmu dan skill yang dimiliki kepada masyarakat," ungkapnya.

Kebersamaan dengan segenap civitas academica IPS selama beberapa tahun terakhir merupakan kesempatan berharga bagi Ahmad. Selain itu, wadah untuk mengukir prestasi secara akademik dan non-akademik, lingkungan sosial IPB juga memberikan banyak pengalaman berharga baginya.

"IPB telah banyak memberikan warna dan arti dalam kehidupan saya. Nuansa kampus yang religius, fasilitas belajar mengajar yang memadai, keragaman budaya, dan keaktifan organisasi mahasiswa telah banyak memberikan kesempatan untuk memperoleh ilmu, pengalaman, dan skill yang luar biasa. Selama di IPB, moral saya dididik untuk menerapkan kejujuran, misalnya ujian tidak mencontek dan memiliki integritas yang baik," tutup Ahmad.

0 komentar

Raeni, Wisudawan Terbaik Unnes & Becak Sang Ayah

Raeni

SEMARANG - Datang ke lokasi wisuda bersama orangtua tercinta adalah tradisi bagi para wisudawan di berbagai kampus. Bagi Raeni, ini berarti menumpang becak yang digenjot sang ayah, Mugiyono.

Tidak ada raut malu di wajah wisudawan terbaik di Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu. Raeni tersenyum sumringah di atas becak sang ayah hingga ke lokasi wisuda. Pemandangan ini pun menyita perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan di kampus Unnes.

Gadis berkerudung ini lulus dari jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes. Sejak semester pertama, peraih Bidikmisi ini membuktikan, keterbatasan ekonomi bukan halangan meraih prestasi. Dia beberapa kali meraih nilai indeks prestasi (IP) sempurna, 4,00. Hingga akhir masa studinya, Raeni mempertahankan prestasi tersebut dan mengantongi nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) akhir 3,96.

Lulus kuliah S-1 bukan berarti perjalanan Raeni terhenti. Faktanya, Raeni menunjukkan tekad baja agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya.

"Selepas sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi," kata Raeni seperti dinukil dari laman Unnes.

Sang ayah pun mendukung sepenuh hati keinginan Alumnus SMK 1 Kendal yang ingin menjadi guru itu. Bahkan, Mugiyono rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon.

Sebagai gantinya, Mugiyono pun mulai mengayuh becak sejak 2010. Setiap hari, dia mangkal di Kelurahan Langenharjo, Kendal; tidak jauh dari rumahnya.

"Sebagai tukang becak, penghasilan saya tidak menentu, sekira Rp10 ribu hingga Rp50 ribu. Karena itu, saya juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450 ribu per bulan," ujar Mugiyono.

Menurut Rektor Unnes, Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., pencapaian Raeni membuktikan, anak dari keluarga kurang mampu tidak memiliki halangan untuk bisa berkuliah dan berprestasi. Salah satu contohnya adalah Raeni.

Tidak hanya itu, Fathur meyakini, dalam waktu dekat, kaum dhuafa akan bangkit melalui pendidikan. Keyakinan Fathur cukup  masuk akal mengingat setiap tahun ada 50 ribu mahasiswa tidak mampu yang menerima Bidikmisi. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850 Bidikmisi setiap tahun dan menyediakan 26 persen dari total jumlah mahasiswa mereka untuk para siswa dari keluarga tidak mampu.

"Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni. Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini," kata Fathur.

sumber : Kompas

0 komentar

Lilik, Anak Petani yang Lulus Cumlaude

Lilik

SURABAYA - Semakin banyak pemuda Indonesia yang berhasil mematahkan ungkapan keterbatasan ekonomi menjadi penghambat berprestasi. Lilik Endrawati menambah panjang daftar tersebut. Berasal dari keluarga petani, dia berhasil menambatkan pendidikan sarjana di Universitas Negeri Surabaya (Unesa).

Lilik mengaku tidak pernah menyangka bisa mendapatkan peringkat terbaik di tingkat Fakultas Ilmu Sosial (FIS) pada wisuda Unesa kali ini. Dia berhasil meraih gelar S.Sos dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,74 dengan predikat cumlaude.

Meski meraih peringkat terbaik, Lilik justru selalu mengingatkan diri untuk rendah hati dan bersyukur atas prestasi tersebut. "Kunci suksesnya karena usaha dan doa. Terutama doa orangtua saya di sana," kata Lilik, seperti dikutip dari laman Unesa.

Gadis berkulit sawo matang itu meraih gelar sarjana dengan skripsi yang berjudul "Analisis Diskursus Media pada Kasus Hubungan Seks Incest" dengan masa kuliah delapan semester. Sadar penghasilan orangtuanya sebagai petani pas-pasan, mahasiswa asal Tuban itu mencari sendiri biaya untuk perkuliahannya.

Bekerja untuk memenuhi biaya kuliah serta tekun belajar untuk meraih nilai terbaik tidak menghentikan Lilik untuk aktif dalam organisasi. Selama kuliah ia juga aktif dalam beberapa organisasi yakni sekertaris Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) FIS dan pengelolahan jurnal ilmiah tingkat prodi Sosiologi.

Dia percaya, keterlibatan dalam organisasi dapat membentuk karakter diri yang bermanfaat ketika kelak terjun ke dunia kerja. "Kita harus menimba ilmu juga dalam bidang organisasi untuk menambah pengalaman pribadi dan membentuk karakter diri," urai dara kelahiran 17 Juli 1991 itu.

sumber : Okezone

0 komentar

Dari Apem ke Kursi Dokter Gigi

Setyaningsih

YOGYAKARTA - Kalau dilihat dari harganya, Rp1.000, kue apem sangatlah murah. Tapi bagi Setyaningsih, penganan khas yang dibuat dari tepung beras itu menjadi motivasinya dalam meraih gelar dokter gigi.

Ning, begitu dia akrab disapa, akan segera mewujudkan mimpinya tersebut. Saat ini, dia sedang menjalani pendidikan profesi dokter gigi (koasistensi) di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Sekarang baru jalan delapan bulan, pendidikannya tinggal tujuh bulan lagi," ujar Ning, seperti dilansir laman UGM, Senin (30/6/2014). 

Gadis 22 tahun itu kuliah di FKG UGM melalui jalur Program Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) UGM tahun 2009. Serupa dengan Bidikmisi, mahasiswa yang diterima lewat PBUTM juga tidak perlu membayar uang kuliah hingga akhir masa studi.

Masykuri (74), sang ayah hanyalah buruh tani. Dan Painem (64), sang ibu, menjual kue apem berkeliling pasar di Salatiga, Jawa Tengah. Penghasilan kedua orangtuanya tentu sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup Ning selama kuliah. Ning masih harus dibantu saudara-saudaranya untuk memenuhi biaya makan dan sewa kos.

Gadis berkerudung ini teringang pesan sang ayah agar dia tidak memikirkan biaya, yang penting adalah sekolah. Tidak jarang, kata Ning, orangtuanya harus meminjam uang ke tetangga untuk membiayai kebutuhan sekolah anak-anaknya. Pernah juga sang ayah menebang pohon kelapa di belakang rumah dan dijual untuk membayar uang sekolah.

Kerja keras dan kesungguhan orangtua menyekolahkan anak-anaknya inilah yang memotivasi Ning untuk melakukan yang terbaik. Dia mampu lulus menjadi Sarjana Kedokteran Gigi dalam waktu tiga tahun 10 bulan.

Selain Ning, tiga kakaknya juga berhasil meraih gelar sarjana dan satu orang memegang gelar diploma.

"Hanya satu yang tidak selesai kuliah dan dua orang lainnya hanya tamat SMA," imbuh gadis yang ingin menjadi dokter spesialis itu.

Ning mengaku, beasiswa dari UGM sangat meringankan beban ayah dan ibunya. Namun, Ning tidak hanya mengandalkan beasiswa. Dia juga mengajar les tiga kali seminggu untuk membantu kebutuhan sehari-harinya.

Di usia senjanya, sang ayah pun lebih banyak beristirahat di rumah. Sementara ibunya masih menjajakan ratusan kue apem seharga Rp1.000 per biju di pasar Salatiga.

"Kalo pulang ke rumah, saya sering membantu ibu buat apem," ujar Ning.

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2014/06/30/373/1005852/dari-apem-ke-kursi-dokter-gigi

0 komentar
 
Support : Aditya Nusantara | Berita Terbaru | Berita Kampus
Copyright © 2014. IMAKA MALANG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger