Paradigma Baru Pendidikan Islam di Pesantren

Kecenderungan pesantren pada umumnya dalam mengembangkan pendidikan umum adalah dengan membuka sekolah-sekolah baik tingkat dasar menengah maupun menengah atas. Sebenarnya tidak ada yang salah pesantren membuka sekolah umum berbasis ajaran Islam dan yayasan sekolah ini pun masih tetap dimiliki oleh pesantren. Namun arah pendidkan dengan berbagai perangkat lunak sekolah mulai dari perizinan hingga persoalan kurikulum mesti mengikuti aturan pemerintah. Padahal diketahui pesantren tidak terbiasa diatur oleh pemerintah karena pesantren lahir dan berkembang pesat secara berdikari mandiri, berdiri diatas kaki sendiri.

Sementara itu sepanjang sepengetahuan saya kebijakan-kebijakan pendidikan yang diluncurkan pemerintah masih bersifat dikotomik yakni membedakan pengajaran ilmu agama dari ilmu pengetahuan umum, sehingga sesungguhnya kedua ilmu tersebut (agama dan pengetahuan umum) terpisah satu sama lain meski seakan-akan keduanya berseiringan sejalan padahal tidak demikian. Hal ini karena paradigma yang dimiliki masih paradigma lama yang masih menganggap pembelajaran agama terbatas pada persoalan syariah, fiqih, aqidah dan sejenisnya. Pada titik ini memang murid atau pelajar di sekolah madrasah (sekolah umum berbasis Islam karena didirikan yayasan umat Islam) diarahkan untuk menghafal dan berusaha memahami ayat-ayat qawliyyah, tetapi pendalamannya dengan melakukan pengamatan ayat-ayat kauniyyah nyaris tidak mendapat perhatian sebagaima mestinya.

Disisi lain matapelajaran umum dibiarkan diajarkan secara sekuler tanpa terkait dan terinspirasi sedikit pun dari ayat-ayat qawliyyah yang banyak menyiratkan kekayaan "ilmu Allah" itu. Tak pelak bahwa tata pandang seperti ini masih masif menjelma pada perilaku dan keyakinan para pemangku beserta pelaku pendidikan mulai dari pejabat pengambil kebijakan hingga praktisi pendidikan di Indonesia. Alhasil, patut dipertanyakan apakah pendidikan Islam di Indonesia memang "Islami" atau hanya sekedar pendidikan yang dikelola oleh umat Islam dengan tata cara dan paradigma "orang lain" yang bersifat dikotomik. Dengan demikian pendidikan yang dikelola umat Islam langsung atau oun tidak langsung dikitari oleh sudut pandang yang belum tercerahkan.

Pada tataran konsep para tokoh dan cendekiawan Muslim menyadari bahwa Islam tidak mendikotomikan antara sains dan agama, sehingga banyak konsep preskriptif yang muncul seperti Islamisasi sains, integrasi sains dan agama, pendidikan Islam terpadu, serta beberapa istilah/konsep lainnya, namun dalam tataran praksis jika kita simak secara seksama ternyata tidak ada perbedaan signifikan dari konsep-konsep pendidikan Barat. Jika boleh mengatakan beda, maka perbedaan itu hanya pada "penempelan" ayat-ayat qawliyyah pada ilmu modern yang telah ada dan dikembangkan oleh Barat pada umumnya. Belum munculnya inisiatif sendiri menemu-kenali sains Islam yang berasal dari perenungan saintis Islam terhadap ayat-ayat Allah mungkin dikarenakan sudah demikian lamanya konsep dan paradigma non Islam melekat, menjangkiti kehidupan umat Islam, sehingga kemauan menjauhkan esensi ajaran agama (Islam) dari dunia nyata juga merasuki sebagian umat Islam itu sendiri dengan beranjak pada pemikiran-pemikiran liberal, sekuler dan tanpa batas dibimbing oleh kekuatan akal manusia (aqliyyah) tanpa perlu masuk landasan teks keagamaan (naqliyyah).

Mencermati situasi diatas menurut hemat saya pesantren tidak perlu membuka sekolah-sekolah umum yang memungkinkannya mendapat pengakuan dari pemerintah tetapi tetap dalam kehidupan pembelajaran ala pesantren dengan memulai insiatif menemu-kenali ilmu-ilmu Allah dari jabaran ayat-ayat qawliyyah, didukung khasanah ayat-ayat kauniyyah dengan menjalankan prinsip-prinsip ilmiah yang terbimbing wahyu Allah. Jadi, pendidikan Islam sudah terintegrasi dengan sendirinya manakalah orientasi pembelajaran di pesantren sudah diniatkan untuk mendalami kekayaan ilmu Allah yang terbentang secara qawliiyah dan kauniyyah. Dalam bahasa lain pesantren akan memperkuat daya aqliyyah dengan dukungan penuh kekuatan naqliyyah untuk menemu-kenali dan meumbuh-kembangkan sains dan teknologi Islami.

Jika inisiatif ini dilakukan, maka menurut saya tidak perlu lagi susah-susah mengenalkan konsep dan kegiatan Islamisasi dan atau integrasi sains  di dalam pendidikan kita karena dari awalnya parah pendidikan pesantren sudah Islami. Sudah barang tentu pemahaman ini bukan memiliki makna anti Barat atau anti ilmu dari Barat, Timur atau dari mana pun, tetapi mencoba menguak rahasia ilmu-ilmu Allah, mempelajari dan mendalaminya dengan landasan yang telah diberikan Allah yakni al Quran, Hadist, Sirah Nabawiyyah serta berbagai tradisi keislaman yang tercerahkan.

Paling tidak ada tiga langkah kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan pendidikan Islami ini, Pertama, pada tahap awal setiap pelajar diharapkan mampu membaca, mengenali, menghafal al Quran, Hadist  dan mempelajari bahasa Arab dalam konteks mendalami ayat-ayat yang terkandung dalam Kitab Suci tersebut.  Kegiatan ini bisa dilakukan pada masa usia awal anak didik atau Ali RA membatasinya hingga usia 7 tahun. Lalu tujuh tahun berikutnya yakni disekitar usia sekolah dasar dan menengah pertama, siswa mulai dibekali daya analisis dan menemu-kenali tanda-tanda sains ilmu pengetahuan yang terbentang pada ayat-ayat qawliyyah, kauniyyah dan tradisi keislaman yang tercerahkan.  Paga kegiatan ketiga, yakni pada 7 tahun berikutnya yakni pada tataran menengah atas dan perguruan tinggi, pelajar dibiasakan untuk mengkaji obyek sains yang menjadi minat dan ketertarikannya untuk didalami dengan prinsip-prinsip ilmiah yang dibimbing wahyu Allah.

Apabila menggali ilmu pengetahuan dengan cara tersebut diatas dianggap tidak lazim oleh penguasa negeri sehingga tidak akan mendapat pengakuan negara yang memang gemar untuk melakukan standarisasi (akibat paradigma globalisasi), maka pesantren mesti "kekeuh" bahwa pengakuan yang diperlukan bukanlah pengakuan dunia seperti itu tetapi keberkahan Allah lah yang sangat diharapkan. Bukankah pengalaman di Indonesia membuktikan ada pesantren yang tidak turut, tidak mau mengikuti sistem standarisasi yang ditentukan pemerintah, akhirnya pesantren itu malah dikenal dan berhasil "diakui" internasional, lalu baru pemerintah mulai mengakuinya. Nah, jati diri seperti ini perlu terus ditanam-suburkan di kalangan pesantren Tanah Air, tidak semata-semata memperoleh "sesuatu" dari penguasa, karena secara historis pesantren berkembang kuat disebabkan peran masyarakat sekitar bukan dari para penguasa negeri baik pada masa kolonialisme dahulu maupun masa moderen sekarang ini. 

Pendidikan terpadu yang tidak mendikotomikan antara sains dan agama bisa dimulai dari pesantren karena pesantren sudah membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan Islam yang mandiri bebas dari campur tangan pemerintah. Pesantren yang dilengkapi pondok ini bisa menjadi model pendidikan Islam yang sesungguhnya, mengembangkan sains dan teknologi dengan landasan dan inspirasi al Quran, Hadist, Sirah Nabawiyyah dan tradisi-tradisi peradaban Islam zaman dulu yang tercerahkan. ngga tidak akan mendapat pengakuan negara yang memang gemar untuk melakukan standarisasi (akibat paradigma globalisasi), maka pesantren mesti "kekeuh" bahwa pengakuan yang diperlukan bukanlah pengakuan dunia seperti itu tetapi keberkahan Allah lah yang sangat diharapkan. Bukankah pengalaman di Indonesia membuktikan ada pesantren yang tidak turut, tidak mau mengikuti sistem standarisasi yang ditentukan pemerintah, akhirnya pesantren itu malah dikenal dan berhasil "diakui" internasional, lalu baru pemerintah mulai mengakuinya. Nah, jati diri seperti ini perlu terus ditanam-suburkan di kalangan pesantren Tanah Air, tidak semata-semata memperoleh "sesuatu" dari penguasa, karena secara historis pesantren berkembang kuat disebabkan kekhilasan sang kyai dan peranserta peran masyarakat sekitar, bukannya bantuan dari para penguasa negeri baik pada masa kolonialisme dahulu maupun masa moderen sekarang ini.

Sumber : UIN Malang

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Aditya Nusantara | Berita Terbaru | Berita Kampus
Copyright © 2014. IMAKA MALANG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger