Dari Apem ke Kursi Dokter Gigi

Setyaningsih

YOGYAKARTA - Kalau dilihat dari harganya, Rp1.000, kue apem sangatlah murah. Tapi bagi Setyaningsih, penganan khas yang dibuat dari tepung beras itu menjadi motivasinya dalam meraih gelar dokter gigi.

Ning, begitu dia akrab disapa, akan segera mewujudkan mimpinya tersebut. Saat ini, dia sedang menjalani pendidikan profesi dokter gigi (koasistensi) di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Sekarang baru jalan delapan bulan, pendidikannya tinggal tujuh bulan lagi," ujar Ning, seperti dilansir laman UGM, Senin (30/6/2014). 

Gadis 22 tahun itu kuliah di FKG UGM melalui jalur Program Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu (PBUTM) UGM tahun 2009. Serupa dengan Bidikmisi, mahasiswa yang diterima lewat PBUTM juga tidak perlu membayar uang kuliah hingga akhir masa studi.

Masykuri (74), sang ayah hanyalah buruh tani. Dan Painem (64), sang ibu, menjual kue apem berkeliling pasar di Salatiga, Jawa Tengah. Penghasilan kedua orangtuanya tentu sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup Ning selama kuliah. Ning masih harus dibantu saudara-saudaranya untuk memenuhi biaya makan dan sewa kos.

Gadis berkerudung ini teringang pesan sang ayah agar dia tidak memikirkan biaya, yang penting adalah sekolah. Tidak jarang, kata Ning, orangtuanya harus meminjam uang ke tetangga untuk membiayai kebutuhan sekolah anak-anaknya. Pernah juga sang ayah menebang pohon kelapa di belakang rumah dan dijual untuk membayar uang sekolah.

Kerja keras dan kesungguhan orangtua menyekolahkan anak-anaknya inilah yang memotivasi Ning untuk melakukan yang terbaik. Dia mampu lulus menjadi Sarjana Kedokteran Gigi dalam waktu tiga tahun 10 bulan.

Selain Ning, tiga kakaknya juga berhasil meraih gelar sarjana dan satu orang memegang gelar diploma.

"Hanya satu yang tidak selesai kuliah dan dua orang lainnya hanya tamat SMA," imbuh gadis yang ingin menjadi dokter spesialis itu.

Ning mengaku, beasiswa dari UGM sangat meringankan beban ayah dan ibunya. Namun, Ning tidak hanya mengandalkan beasiswa. Dia juga mengajar les tiga kali seminggu untuk membantu kebutuhan sehari-harinya.

Di usia senjanya, sang ayah pun lebih banyak beristirahat di rumah. Sementara ibunya masih menjajakan ratusan kue apem seharga Rp1.000 per biju di pasar Salatiga.

"Kalo pulang ke rumah, saya sering membantu ibu buat apem," ujar Ning.

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2014/06/30/373/1005852/dari-apem-ke-kursi-dokter-gigi

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Aditya Nusantara | Berita Terbaru | Berita Kampus
Copyright © 2014. IMAKA MALANG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger