Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia

Dalam sejarah pendidikan di Indonesia muatan pelajaran pendidikan agama baru di sekolah-sekolah umum milik pemerintah diberlakukan sekitar tahun 1950 an. Kebijakan tersebut berhasil diimplementasikan tidak lepas dari peran kedua tokoh Islam yang berkuasa saat itu yakni Mohamad Natsir dan Wahid Hasyim. Andaikata pemimpin Muslim kala itu tidak berada di lingkaran kekuasaan belum tentu kebijakan memasukkan pelajaran agama dalam kurikulum sekolah dapat dilaksanakan yang pengaruhnya dapat kita rasakan hingga kini. Kedua tokoh Islam sangat sadar bahwa Islam adalah agama yang lengkap, mengatur segala kehidupan manusia di dunia dan oleh karenanya perlu dimasukkan dalam pelajaran di sekolah. Kedua tokoh Islam kita itu memang tumbuh besar dilingkungan agamis. M. Natsir asal Sumatera Barat, dikenal dengan pendidikan agamanya yang kuat, demikian pula Wachid Hasyim seorang anak pendiri organisasi massa Nadhatul Ulama KH Hasyim Ashari terbiasa berada di lingkungan pesantren.

Melalui ide, gagasan, pengaruh dan campur tangan tokoh Islam masa itu terutama kedua tokoh tersebut diatas tampak komitmen pemerintah dalam menjaga dan upaya menerapkan ajaran agama Islam di bumi pertiwi ini. Pada masa kemerdekaan memang dalam dunia pendidikan secara sederhana bisa kita bedakan dua orientasi pendidikan di Indonesia. Pertama adalah sekolah atau lembaga pendidikan yang berorientasi pendidikan sekuler atau menyelenggarakan pendidikan ala Barat, sedangkan kedua adalah pendidikan pesantren yang mengutamakan orientasinya pada pendalaman terkait ibadah mahdhoh. Kedua orientasi tersebut sangat ekstrim perbedaannya, sehingga manakala terjadi terobosan dengan memasukkan pelajaran agama kedalam kurikulum sekolah merupakan hal luar biasa dan hanya terjadi di Indonesia, karena di negara asal sistem persekolahan itu tidak diajarkan pelajaran agama secara khusus seperti di negara kita.

Para tokoh Islam Indonesia amat mengerti bahwa agama mengatur segala kehidupan manusia, oleh karenanya mesti dipelajari, dipahami, dihayati dan diterapkan amal-amal agama tersebut sehari-harinya dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Masuknya pelajaran agama Islam kedalam kurikulum sekolah sebenarnya baru langkah awal untuk melangkah lebih jauh yang tidak mendikotomikan antara pelajaran umum dan agama, namun memang situasi dan kondisi pada saat itu belum memungkinkan untuk mengintegrasikan pelajaran agama menjadi bagian dari sains ilmu pengetahuan meski pandangan atau gagasan kearah itu sudah dimiliki para tokoh-tokoh Islam Indonesia.

Walau pelajaran agama di sekolah-sekolah umum tampak terpisah dari aktivitas mata pelajaran lain tetapi kebijakan resmi memuat pelajaran agama di seko9lah dan perguruan tinggi adalah langkah cerdas dan strategis bagi integrasi keduanya. Dalam beberapa dekade belakangan ini konsep integrasi tersebut sudah mulai dilakukan secara resmi terutama di dunia perguruan tinggi yang merubah IAIN menjadi Universitas Islam (UIN). Konsep UIN amat jelas yakni tidak mendikotomikan sains dan agama karena pelajaran agama sesungguhnya menempatkan sains sebagai bagian dari pemahaman keagamaan umat Islam.

Dengan perkemabngan ini menempatkan pemahaman keagamaan tidak hanya berkutat ke persoalan fiqih ubudiyyah secara sempit pada ibadah-ibadah khusus semata sepertoi sholat, zakat dan sebagainya tetapi juga ibadah ghoirumadhoh seperti muamalah, hubungan sosial, lingkungan alam dan seterusnya. Dalam pengertian ini maka mendalami Islam sebagai suatu agama adalah mendalami bagaimana seharus umat bersikap, berperilaku dan berkehidupan di dunia ini sebagai upara menggapai kehidupan kekal di akherat kelak. Dengan demikian Islam adalah agama lengkap untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

Dibandingkan dengan wilayah Timur Tengah Islam masuk ke Indoensia relatif masih belum lama sekitar abad 16, namun perkembangan keislaman di Indonesia bisa dikatakan progersif aktif yang memungkinkan kejayaan Islam bisa kembali muncul dari wilayah nusantara ini. Perlahan tapi pasti pemahaman dikotomik umat atas sains dan agama mulai mencair sehingga lambat laun ajaran Islam mulai secara massif diisadari sebagai ajaran tentang kehidupan secara kaafah (menyeluruh) bagi umat Islam itu sendiri. Kesadaran umat terhadap ajaran agama yang dianutnya untuk mengembangkan lebih jauh sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mulai terasa di Indonesia. Meski Islam masuk dan menyebar ke Indonesia masih terbilang baru namun geliat kearah peningkatan pemahaman terhadap pelajaran agama Islam sudah mulai terasakan dengan mulai meninggalkan mindset dikotomik seperti yang disebut diatas. 

Pelajaran agama Islam di Indonesia yang dimulai dari belajar tentang tauhid, aqidah, fqih syariah dalam konteks terbatas kini telah berubah dinamis sebagai bagian dari keseluruhan hidup manusia (umat Islam), sehingga memahami agama lebih diperluas yakni termasuk melalui displin ilmu fisika, biologi, kimia dan seterusnya. Hal ini dikarenakan Islam mengajak umat untuk memahami ayat-ayat qawliyyah dan ayat-ayat kauniyyah sebagai sati kesatuan tak terpiosahkan milik sang Kholik, Allah subhanahu wata'ala.

Dalam konteks ini pelajaran agama menjadi demikian menarik dan hidup karena ia mengisi ke relung-relung kehidupan manusia sehingga tidak membosankan, dinamis serta bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia ini. Pelajaran agama (Islam) menjadi demikian berkembang karena memang Islam tidak mendikotomikan sains dan agama sebagaimana pada masa kejayaan Islam sains dan peradaban manusia berkembang pesat dan maju.

Pendidikan agama Islam tidak apriori dan juga tidak menentang mentah-mentah ilmu-ilmu yang dikembangkan oleh-oleh mereka yang tidak memiliki worldview Islam, sebaliknya ilmuwan dan cendekiawan Muslim mesti kritis atas ilmu yang dihasilkan dalam worldview non Islam tersebut agar bisa "dibersihkan" menajdi Islami. Oleh karena itu cendkiawan Islam mesti mampu mendalami ilmu-ilmu yang disuguhkan dari worldview berbeda itu. Untruk itulah ilmuwan Muslim boleh belajar dari mana saja asalkan fondasi keimanan sudah cukup kuat dan tidak mudah terpengaruh dan gumunanoleh perkembangan sains yang semata-semata dihasilkan hanya untuk kepuasan materi semata.

Guru atau pengasuh pelajaran agama mesti dibekali dengan kemampuan memahami sains dalam arti luas. Belajar dari sejarah kejayaan Islam ternyata ilmuwan Muslim itu tumbuh dan berkembang karyanya manakala mereka telah terbiasa dalam mendalami al Quran. Rata-rata tokoh-tokoh besar dari kalangan Islam telah terlebih dahulu hafal al Quran dan mendalami al Quran dan Hadist sebelum mengembangklan berbagai ilmu pengetahuan. Tokoh Islam itu adalah pelopor dalam menemukan sejumlah ilmu pengetahuan yang hingga sekarang dapat kita rasakan implikasinya dalam perkembangan sains modern. Oleh karena ituilah guru pelajaran agama mesti juga memiliki pemahaman mendalam atas al Quran, Hadist dan ilmu pengetahuan lain sebagai bentuk integrasi antara sains dan agama sebagaimana Islam tidak memisahkan keduanya sebagai suatu ilmu yang berbeda dalam arti hakekatnya.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Aditya Nusantara | Berita Terbaru | Berita Kampus
Copyright © 2014. IMAKA MALANG - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger